Pengertian Asuransi Syariah

>> Monday, November 23, 2009


Pendahuluan
Dalam perspektif ushul fiqh, keberadaan asuransi merupakan maslahah, (mengandung manfaat bagi kehidupan manusia). Argumentasi maslahah juga bermakna bahwa asuransi merupakan kebutuhan dan hajat manusia saat ini. Dalam Alquran terdapat ayat yang menjelaskan konsep menghadapi resiko di masa depan, seperti kisah Nabi Yusuf AS, Demikian pula konsep ‘aqila, muwalat, dan tanahud merupakan konsep yang mirip dengan konsep asuransi.

Dalam kehidupan ini, tak seorangpun manusia mengiginkan datangnya musibah atau bencana. Oleh karena itu, kita hendaknya selalu berdo’a kepada Allah agar dihindarkan dari musibah dan berbagai bencana itu. Sebuah hadist menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda,
لا يرد القضاء الا الدعاء (رواه الحكم والترمذي)

“Tidak ada yang bisa menolak qadha (ketentuan) Allah kecuali do’a (H.R. Hakim dan Tirmizi).


Namun dalam kenyataannya, manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan terjadinya musibah, malapetaka dan bencana, seperti kematian, kebakaran rumah, kecelakaan kendaraan, dsb.

Segala musibah dan bencana yang telah terjadi, merupakan qadha dan qadar Allah, manusia harus berikhtiar dan berusaha melakukan tindakan berjaga-jaga memperkecil resiko yang ditimbulkan dari bencana dan malapetaka tersebut, bukan melakukan proteksi atas kecelakaan itu sendiri, baik terhadap kepentingan individu ataupun perusahaan.

Salah satu cara menghadapi kemungkinan terjadinya bencana atau malapetaka ialah dengan menyimpan atau menabung uang. Namun demikian, upaya ini seringkali tidak mencukupi. Hal ini disebabkan karena biaya yang harus ditanggung jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Untuk itulah diperlukan lembaga yang memproteksi berbagai kemungkinan musibah yang terjadi yang disebut dengan asuransi.

Pengertian Asuransi

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie (asuransi), yang dalam hukum belanda disebut dan verzekering yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa Inggris, asuransi disebut insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie

Banyak definisi tentang asuransi (konvensional), namun, definisi asuransi yang baku dapat dilacak dari peraturan (perundang-undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi.
Mark R. Greene : An economic institution that reduces risk by combining under one management and group of objects so stuated that the aggregate accidental losses to which the group is subject become predictable within narrow limits (Institusi ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan di bawah satu manajemen dan kelompok objek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam leingkup yang lebih kecil.)

Robert I Mehr mendefinisikan asuransi adalah, “ a device for reducing risk by combining a sufficient number of exposure units to make their individual lossses collectively predictable. The predictable loss in then shared by or distributed proportionately among all units in the combination”. (Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.

Ibnu Abidin, (1784–1836) ulama Hanafiyah generasi belakangan dalam Kitab Radd al-Mukhtar menuliskan mengenai asuransi, :
”Telah menjadi kebiasaan bila para pedagang menyewa kapal dari seorang harby, mereka membayar upah pengangkutannya. Ia juga membayar sejumlah uang untuk seorang harby yang berada di negeri asal penyewa kapal, yang disebut sebagai sukarah (premi asuransi) dengan ketentuan bahwa barang-barang pemakai kapal yang disewanya itu, apabila musnah karena kebakaran, tenggelam, dibajak atau sebagainya, maka penerima uang premi asuransi itu menjadi penanggung sebagai imbalan uang yang diambil dari pedagang itu. Apabila barang-barang mereka terkena masalah yangdisebutkan di atas, maka si wakillah yang membayar kepada para pedagang itu sebagai uang pengganti sebesar junlah uang yang pernah diterimanya.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Ibu Abidin telah memahami konsep asuransi kerugian dengan baik, dan beliau membolehkannya. Adalah merupakan sunnatullah, kehidupan di dunia ini mengalami bermacam resiko, ujian dan cobaan, bermacam rintangan dan resiko yang ditemui oleh individu perorangan, hartanya, isteri dan anak-anakntya. Allah berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (سورة البقرة 155)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan beri berita gembiralah kepada orang-orang yang sabar.” 10)

Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.


Lebih jauh Muslehuddin menjelaskan pengertian asuransi dalam sudut pandang yang berbeda, serta mengalami kesimpangsiuran. Ada yang mendefinisikan asuransi sebagai perangkat untuk menghadapi kerugian, dan ada yang mengatakannya sebagai persiapan menghadapi risiko. Dilihat dari signifikansi kerugian, Adam Smith berpendapat bahwa dengan menyebarkan beban kerugian kepada orang banyak, asuransi membuat kerugian menjadi ringan dan mudah bagi seluruh masyarakat.

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (Ar: at-ta’min) adalah “transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.”


Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral).”


Sedangkan pengertian asuransi syari’ah atau yang lebih dikenal dengan ta’min, takaful, atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui inventasi dalam bentuk aset dan atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syari’ah.


Dari definisi asuransi syari’ah di atas jelas bahwa pertama, asuransi syari’ah berbeda dengan asuransi konvensional. Pada asuransi syari’ah setiap peserta sejak awal bermaksud saling menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya sebagai iuran kebajikan yang disebut tabarru. Jadi sistem ini tidak menggunakan pengalihan resiko (risk tranfer) di mana tertanggung harus membayar premi, tetapi lebih merupakan pembagian resiko (risk sharing) di mana para peserta saling menanggung. Kedua, akad yang digunakan dalam asuransi syari’ah harus selaras dengan hukum Islam (syari’ah), artinya akad yang dilakukan harus terhindar dari riba, gharar (ketidak jelasan dana), dan maisir (gambling), di samping itu investasi dana harus pada obyek yang halal-thoyyibah.



Landasan Teori Asuransi Syariah
Landasan teori Asuransi Syari’ah, adalah dengan merujuk kepada beberapa peristiwa yang dilakukan oleh Bangsa Arab di zaman sebelum Islam, dan mendapat legitimasi oleh Islam. Landasan teori tersebut dapat disimpulakn sebagai berikut:


1) Aqila
Aqilah yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah seorang dari anggota suatu suku terbunuh oleh anggota satu suku yang lain, maka pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanz) yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak disengaja.

Ibnu Hajar Al-Asqolani mengemukakan bahwa sistem Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. Hal ini terlihat dari hadits yang menceritakan pertengkaran antara dua wanita dari suku Huzail, dimana salah seorang dari mereka memukul yang lainnya dengan batu hingga mengakibatkan kematian wanita tersebut dan juga bayi yang sedang dikandungnya. Pewaris korban membawa permasalahan tersebut ke Pengadilan. Rasulullah memberikan keputusan bahwa konpensasi bagi pembunuh anak bayi adalah membebaskan budak, baik laki-laki maupun wanita. Sedangkan konpensasi atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh Aqilah (saudara pihak ayah) dari yang tertuduh.


2) Muwalat
Muwalat yaitu perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang yang tidak memiliki waris dan tidak dikeketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia, jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.(Az Zarqa’ dalam Aqd al-Ta’min).
Yaitu sebuah konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia. Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam sebuah tabungan atau pengumpulan uang iuran dari peserta atau majlis. Manfaatnya akan dibayarkan kepada ahli waris yang dibunuh jika kasus pembunuhan itu tidak diketahui siapa pembunuhnya atau tidak ada keterangan saksi yang layak untuk benar-benar secara pasti mengetahui siapa pembunuhnya.


3) Tanahud
Tanahud adalah dua orang atau lebih berserikat membiayai suatu makanan dengan saham yang sama. Kemudian makanan tersebut dibagikan pada saatnya kepada mereka, kendati mereka mendapatkan porsi yang berbeda-beda.41)
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Marga Asy’ari (Asy’ariyin) ketika keluarganya mengalami kekurangan makanan, maka mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu kumpulan. Kemudian dibagi diantara mereka secara merata. Mereka adalah bagian dari kami dan kami adalah bagian dari mereka.” (HR. Bukhari)
Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan bisa jadi sama kadarnya atau berbeda-beda. Begitu halnya dengan makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya atau berbeda-beda.


4) Aqd Hirasah
Yaitu kontrak pengawal keselamatan. Di dunia Islam terjadi berbagai kontrak antar individu, misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia membuat kontrak dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya, dimana ia membayar sejumlah uang kepada pengawal, dengan konpensasi kemanannya akan dijaga oleh pengawal.


5) Dhaman Khatr Thariq
Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas. Para pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan perlindungan keselamatan, lalu ia membuat kontrak dengan orang-orang yang kuat dan berani di daerah rawan. Mereka membayar sejumlah uang, dan pihak lain menjaga keselamatan perjalanannya.


Cikal Bakal Asuransi Syariah


1) Bentuk-bentuk muamalah di atas (Al-Aqilah, Al-Muwalah, At-Tanahud, dsb) karena memiliki kemiripan dengan prinsip-prinsip asuransi, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional. Bedanya, sistem muamalah tersebut didasari atas amal tathawwu dan tabarru yang tidak berorientasi pada profit.


2) Kemudian, bentuk-bentuk akad di atas memang memiliki kemiripan dengan asuransi, meskipun beberapa diantaranya masih dipertanyakan. Muwalat, sebagai contoh, merupakan satu sistem pewarisan dalam pola kehidupan jahiliyah, yang pada masa peralihan zaman permulaan Islam memang diakui. Namun kemudian Islam menetapkan sistim mawarisnya sendiri sehingga akad tersebut tidak mempunyai wujud lagi.


3) Lalu pada Aqilah, yang justru 'pembayar premi' tidak mendapatkan manfaat dari preminya tersebut, karena diperuntukan bagi orang lain. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan bentuk antara asuransi dengan Aqilah. Hal serupa terjadi juga pada akad Dhaman Khatr Tariq, dimana penjamin memberikan jaminannya secara sukarela, dan tidak berdasarkan 'premi' yang dibayar oleh terjamin.

Read more...

Bisnis yang kian menarik - Asuransi Syariah

PASAR asuransi syariah memang masih mungil. Menurut catatan Muhaimin Iqbal, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), total aset asuransi syariah pada semester I kemarin hanya Rp 967,458 miliar. Sangat njomplang jika dibanding asuransi jiwa konvensional yang telah mencapai Rp 18,271 triliun. Karena pasarnya yang belum berkembang itulah yang membuat perusahaan asuransi berskala global tergiur untuk terjun ke sini. Setelah PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia meluncurkan produk syariahnya pada Maret silam, kini giliran PT Prudential Life Indonesia mengayunkan langkah serupa.


Tak tanggung-tanggung, Prudential langsung menyisihkan duitnya sebesar Rp 37 miliar sebagai modal awal. Sebagai langkah awal, ada tiga produk asuransi berbasis unit link yang ditawarkan, yakni Prulink Syariah Rupiah Equity Fund, Prulink Syariah Rupiah Managed Fund, dan Prulink Syariah Fixed Income Fund. ”Modal sebesar Rp 37 miliar itu sebagai bukti keseriusan kami menggarap asuransi syariah,” kata Kevin Holmgren, Presdir PT Prudential Life Indonesia.



Seorang agen pemasar Prudential bertutur, hanya dalam tempo sebulan, sudah ada ratusan nasabah yang berhasil dijaring. ”Tak hanya orang Islam saja yang tertarik, orang beragama lain juga banyak yang membeli produk ini,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi, Direktur Keuangan Prudential Willian Kwan, enggan mengomentari hal tersebut. Ia mengaku, setelah dipasarkan selama dua bulan, saat ini sebagian besar nasabah Prudential syariah lebih memilih Prulink Syariah Rupiah Managed Fund, yang merupakan kombinasi antara equity dan fix income. ”Sekitar 70% nasabah syariah kami memilih produk tersebut,” tuturnya.



Tak mau kalah, PT BNI Life Insurance Divisi Syariah juga bersiap-siap meluncurkan produk barunya, awal Desember ini. Ada tiga macam unit link yang ditawarkan. Pertama, unit link syariah Optima yang memberikan return hingga lebih dari 15%, unit link syariah seimbang dengan return 11%-12%, dan unit link stabil yang memberikan return antara 9%-10% per tahun. ”Tiga produk itu dipasarkan melalui dua jalur, yakni lewat agen pemasar dengan label B-Life Investlink Syariah dan co-branding dengan Bank BNI (B-Life Amanah Investa),” tutur Ario Soesatio Adji, Kepala Divisi Syariah PT BNI Life Insurance.


Kendati pemasarannya baru akan digeber awal tahun depan, Ario optimistis mampu menjual 500 ribu polis dengan premi hingga Rp 10 miliar. Soalnya, pemasaran produk-produk ini didukung langsung oleh Bank BNI serta 500 agen yang tersebar di 15 kantor cabangnya. ”Saya yakin target itu akan tercapai akhir 2008. Saat ini dana kelolaan kami sudah mencapai Rp 10 miliar atau tumbuh lebih dari 200%,” paparnya.



Menurut Muhaimin Iqbal, banyak investor yang tertarik terjun ke asuransi syariah karena pertumbuhan bisnisnya cukup pesat. Pada semester I kemarin saja, pertumbuhan bisnis asuransi syariah mencapai 83,06% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Itulah yang mendorong asuransi asing pun ikut masuk ke segmen ini. Perkara total asetnya yang masih tertinggal jauh dari konvensional, kata Muhaimin, lantaran modal minimal yang dipatok pemerintah terlalu kecil, hanya Rp 2 miliar. ”Agar bisa berkembang, mestinya modal minimal asuransi syariah ditetapkan Rp 20 miliar,” ujarnya.



Sudah begitu, produk-produk yang dijajakan perusahaan-perusahaan itu juga nyaris seragam. ”Sebagian besar masih mirip produk konvensional. Yang diubah hanya proses akadnya saja,” lanjut Muhaimin. Akibatnya, yang terjadi bukanlah membesarkan pasar, melainkan saling berebut pasar yang sudah ada



Sumber: Majalah Trust



Read more...

  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP