Tiga penyebab OrTu tidak mempersiapkan biaya pendidikan bagi anaknya

>> Monday, July 27, 2009



JAKARTA, KOMPAS.com - Rusmiyati (35) tak bisa menyembunyikan kegundahannya. Seperti tahun lalu, tahun ini dan tahun depan pun ia seolah tak henti keluar banyak biaya untuk sekolah anak-anaknya. Ia menyesal tak menyiapkan biaya pendidikan tersebut sejak anak-anaknya lahir.



Tahun lalu, putri ketiga Rusmiyati masuk sekolah TK dan mengeluarkan biaya banyak. Tahun ini, giliran dia memasukkan putra keduanya di Sekolah Dasar. Sementara tahun depan, putra pertamanya juga akan masuk SMP, dan tepat berbarengan dengan putri ketiga masuk SD.



"Setiap tahun seperti tak ada habisnya keluar uang buat sekolah anak-anak, bingung karena tabungan ayahnya tak pernah cukup," ujar Rusmi, warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (25/7).



Rusmi jujur mengakui, dia dan suaminya tidak pernah menyadari akan muncul masalah-masalah keuangan seperti ini di kemudian hari. Khususnya, setelah ketiga anaknya menginjak usia sekolah.



Kini, sebagai "manajer keuangan" di rumah, beban Rusmi sangat berat untuk mengatur dan mengelola uang. Mulai biaya hidup keseluruhan sampai biaya kecil yang muncul setiap hari, dari belanja bulanan sampai ongkos pendidikan.



"Memang, kami juga pernah membayangkan persoalan ini, tapi karena Ayahnya punya satu tabungan, jadi kami merasa santai-santai saja waktu di awal anak-anak baru lahir," ujar Rusmi.




Orang Tua Tidak Serius?



Pendidikan dan biaya hidup adalah kata pertama yang kerap muncul di benak orang tua ketika anaknya lahir ke dunia. Suka tak suka, mau tidak mau, mereka akan membayangkan untuk menyiapkan kedua hal itu di kemudian hari. Dan bagi orang tua yang betul-betul menyadari pentingnya pendidikan, pasti akan memberikan perhatian besar pada persoalan yang satu ini.



Hanya, meskipun tahu arti pentingnya pendidikan, tak banyak orang tua betul-betul serius menyiapkan dana pendidikan anak-anaknya. Banyak orang tua selama ini hanya memikirkan kerja dan kerja setiap hari tanpa berusaha menyisihkan uang.



"Mungkin karena mereka berpikir pekerjaan mereka akan selalu awet sampai nanti anak-anaknya sekolah dan menyelesaikan pendidikannya, mereka tidak sadar bahwa segala risiko bisa saja terjadi," ujar perencana keuangan Safir Senduk pada seminar Strategi Cerdas Menyiapkan Dana Pendidikan, Sabtu (25/7) di Jakarta.



Menurutnya, memang, ada tiga kondisi yang selama ini kerap membuat para orang tua tidak mempersiapkan dana pendidikan bagi anak-anaknya. Tiga kondisi itu antara lain:



- Orang tua merasa, bahwa kondisi keuangannya saat ini masih baik dan akan terus bertahan sampai nanti ketika anak-anaknya masuk sekolah


- Orang tua merasa, bahwa biaya sekolah tidak akan naik


- Orang tua merasa, bahwa selama kondisi fisik dan jiwanya masih sehat mereka akan selalu merasa mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, termasuk pendidikan




Siap atau Tidak, Harus Siap!



Untuk itulah, kata Safir Senduk, tanpa perencanaan matang dan sedini mungkin, tak salah jika orang tua seperti dibuat kalang kabut saat anak-anaknya telah memasuki usia sekolah.



Ada tiga alasan utama yang menurut Safir orang tua harus menyiapkan dana pendidikan sedini mungkin, yaitu sekarang dan bukan nanti, yaitu:



- Camkan di dalam benak, bahwa biaya pendidikan saat ini mahal dan akan naik terus


- Kondisi ekonomi tidak selalu bagus


- Fisik mereka sebagai orang tua tidak selalu sehat




"Hitung dari sekarang keuangan Anda, dan jangan pernah menunda-nunda untuk menyisihkan pendidikan dari hitungan-hitungan itu, karena Anda tidak akan pernah sadar akan apa yang akan terjadi kelak di kemudian hari," tukas Safir.




(from: http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/07/27/10565127/tiga.penyebab.ortu.tidak.menyiapkan.biaya.pendidikan.anaknya)


Read more...

Beli Polis Asuransi sejak 1965

>> Monday, July 20, 2009




Ketika kehidupan berlalu dengan cepat, dan waktu berjalan seakan sangat singkat, begitu banyak janji yang diberikan, terkadang ada yang sempat terhalang, sehingga terlupa untuk mewujudkannya, tidaklah demikian halnya, jika di awal memang sudah memegang teguh dan menilai sebuah janji adalah komitmen, waktu tidaklah memberi batasan dan halangan.



Sebagai istri yang setia, kalau dalam tradisi jawa, “nunut lan manut” kepada suami, kemanapun suamiku pergi, maka kewajibanku untuk turut dan melayani tanpa ada sedikitpun berbantahan. Sukardjono D. Hutomo, adalah suamiku yang merupakan tempat aku mengabdikan diri sebagai istri, dan diriku sendiri, Siti Hardina, kami berasal dan terlahir, serta bertemu dan menikah di kota gudeg, Yogjakarta, sekitar tahun 1950-an. Suamiku, saat itu merupakan pegawai pemerintah yang menangni bidang/hubungan perdaganan bilateral, perjalanan dinas yang dilakukan suami ke berbagai Negara di kawasan Eropa dan Asia, sebagai konsekwensi menjadi pejabat yang ditunjuk pemerintah mengharuskan kami turut serta. Masa tugas suamiku diantaranya di Belanda, Perancis dan beberapa Negara Eropa lainnya. Hingga pada akhirnya, suamiku Sukardjono D Hutomo dipercayakan oleh pemerintah Indonesia menjadi atase perdagangan di negeri SIngapura.




Beli Polis Asuransi di SIngapura.



Selama menjalani masa tugas di Singapura, sekitar pertengahan tahun 1965 ini merupakan awal perkenalan suamiku dengan asuransi, secara tidak sengaja, suamiku sempat berkenalan dengan Mr. Tan yang berprofesi sebagai agen asuransi sebuah perusahaan yang terkemuka, Sun Life Canada. Mr. Tan dalam memberikan penjelasan sangat jelas dan mudah dimengerti hingga tak lama kemudian suamiku telah memutuskan untuk membeli polis asuransi yang ditawarkan. KOntrak Polis asuransipun dibuat oleh suamiku, pembayaran premi dilakukan dalam bentuk mata uang pound sterling, transaksi pembayaran waktu itu di SIngapura masih menggunakan mata uang Pound sterling. Tahun 1959, karena suatu hal, suamiku harus mengakhiri masa dinasnya di Singapura, pemerintah memanggil pulang Sukardjono ke Indonesia.




Kesulitan Melakukan Pembayaran Premi.



Kiranya, dengan kembali ke Indonesia, ada sedikit masalah dengan asuransi yang dibeli oleh suamiku, ternyata di Indonesia belum ada kantor cabang Sun Life Canada, dan ini berakibat waktu pembayaran premi yang telah jatuh tempo tidak dapat kami lakukan segera. Suamiku mencoba menghubungi Mr. Tan, agen Sun Life Canada di SIngapura, akan tetapi tidak berhasil melakukan kontak. Selama beberapa waktu kami masih terus mencoba, kami merasa, pembayaran premi merupakan kewajiban yang harus kami selesaikan. Hingga tahun berjalan kami benar-benar tidak tahu harus bagaimana melakukan hubungan dengan Sun Life Canada.




Polis sudah berumur 41 tanun


Tahun 1977, saat sedang merapihkan dokumen-dokumen di rumah, suamiku menemukan dokumen polis asuransi Sun Life, masih dalam keadaan lengkap dan rapih. Dan ternyata, setelah kami lihat dan periksa, polis asuransi yang kami miliki sudah berusia 41 tahun! Sudah sekian puluh tahun kami hampir terlupa bahwa kami memiliki polis asuransi.




Mencoba mengajukan Klaim Nilai Tunai.


Dokumen polis asuransi Sun Life Canada yang kami temukan kami bahas dan kami bicarakan, jika saja polis asuransi ini bisa diproses untuk diajukan nilai tunainya.



Hal pertama yang kami lakukan adalah meminta bantuan seoarang teman yang sedang berdinas di Canada, sampai beberapa saat kami tidak mendapat konfirmasi, tidak berhasil, katanya. RUpanya Yang di Atas menunjukkkan jalan yang lain. Secara tidak sengaja, anak kami bertemu dengan agen Sun Life (d/h Modern Sun Life), Diana Mamesah S, dia bilang silahkan saja dan saya akan mencoba membantu.



Melalui bantuan Diana Mamesah S, proses pengujianpun dilakukan, masih dibicarakan di bagian costumer services (saat itu, bagian costumer services menangani penerbitan dan penyimpanan data nasabah). Pelacakan dilakukan oleh Sun Life Financial Indonesia hingga ke head office Canada, dan ternyata existing data ada di Sun Life Hong Kong.




Menerima Pembayaran Nilai Tunai.


Kabar baik kemudian kami terima, tidak berselang lama, yaitu satu bulan, kami menerima konfirmasi bahwa polis asuransi kami bisa diproses dan diterima pengajuan klaim niali tunainya. Kami sebenarnya juga sudah tidak terlalu berharap, kalaupun klaim tidah bisa diterma ya toh tidak apa-apa, akan tetapi kabar biak ini benar-benar mengejutkan kami sekeluarga, kami tidak menyangka bahwasanya, Sun Life merawat dengan baik data-data/polis dari seluruh nasabahnya tanpa kecuali walaupun sudah berusia puluhan tahun. Kami sekeluarga benar-benar teharu dan merasa sangat surprise dengan komitmen Sun Life.



Hingga suatu siang, di siang hari yang sudah saya agendakan, kami diundang Sun Life unutk dating ke kantor pusat Jakarta, dan melakukan serah terima secara santunan nilai tunai, nilainya juga tidak terlalu besar, lebih kurang 10 juta rupiah, bukan nilainya yang menurut kami mempunyai harta, akan tetapi, lebih dari itu, komitmen yang diberikan Sun Life yang membuat kami benar-benar memperoleh pelayanan yang sempurna dan sesungguhnya.



Keluarga Sukardjono, berstrikan Siti Hardina, dengan 4 orang anak, yang pertama Pudjo P Santoso, Tuti Christiani, Emily Meinarti, dan Pudjo Hardianto. Bapak SUkardjono D Hutomo berpulang keHadiratNya, berselang 2 tahun kemudian, tahun 1999 dalam usia 77 tahun.



(artikel merupakan hasil wawancara redaksi HiLife di jl. Danau Matana, Pejompongan, Jakarta Pusat)


Read more...

Terbantu biaya Ngaben

>> Sunday, July 19, 2009


Kehidupan dapat diibaratkan sebuah perjalan dan pasti ada penghujung atau akhir. Sesuai kodrat yang sudah ditentukan, perjalan hidup telah digariskan, dan setiap individu memiliki perjalanan yang berbeda-beda, bias saja jalan yang dilalui panjang dan lama, atau sebaliknya perjalan yang terlalu singkat dan tak seberapa lama segera berakhir. Menjadi sebuah rahasia dan hanya Tuhan yang yang tahu bentuk dari masing-masing jalan yang akan dilalui makhluknya, bilamana dan saat bagaimana mahkluknya akan sampai di ujung perjalanan.



Awalnya tidak ada indikasi yang menghawatirkan dari kondisi kesehatan anak kami, I Putu Wijaya, anggapan kami hanya gejala umum karena perubahan cuaca yang sedikit ekstrim, cuaca panas terik yang kemudian berubah hujan dan umumnya yang banyak dialami masyarakat, suhu badan panas, radang tenggorokan dan sakit kepala. Sebagai dokter/pelaksana medis, kami tidak terlalu menganggap serius kondisi ini, perawatan biasa kami lakukan di rumah dan siberi obat biasa saja. Hingga beberapa hari – lebih kurang 2 hari -, ternyata kondisi anak kami tidak mengalami perubahan kearah positif, dan segera saja kami bawa ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan yang lebih intensif. Hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh pihak rumah sakit Puri Raharja sungguh mengejutkan kami, anak kami menderita kanker otak. Selama 2 minggu anak kami menjalani perawatan intensif, dan agak menggembirakan terlihat kondisi kesehatannya mengalami kemajuan yang lebih baik, dan hingga akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah.



Tulisan atau cerita di atas adalah kejadian yang tidak kami duga sama sekali, seperti sebuah tanda, saat dimana kami semua akan mengalami sebuah kehilangan, kehilangan yang belum siap kami terima. Kami, suami istri, Dr. I Made Molin Yudiasa, tetap sibuk bekerja dengan profesi sebagai dokter dan menjabat juga sebagai direktur di sebuah RS swasta, Puri Raharja, Denpasar, Bali.



Selain kehendak Tuhan Yang Maha Esa diatas, kami juga mengalami sebuah pertemuan yang memberikan sedikit keringanan bagi kami dalam menghadapi cobaan tersebut. Adapun ibu Iis Winarni Murthy dan Bp. I Wayan Djodi, memperkanalkan kami dan menawarkan sebuah program untuk biaya kehidupan di hari tua. Dan salah satu program kami persiapkan untuk anak kami, I Putu Partha Wijaya. Paparan yang disampakan sangat mudah dimengerti bagi kami, selain benefit perlindungan kami juga akan memperolah hasil investasi dari sebagian dana yang kami berikan, nilai tambah lain yang kami terima juga pembayaran preminya bias kami sesuaikan dengan kondisi keuangan kami. Seingat kami, Maret 2008 kami memutuskan membeli program yang ditawarkan, dengan harapan dapat memberikan manfaat kelak dan dalam jangka panjang.



Akhir 2008, putra kami pergi meninggalkan kami untuk selamanya, setelah menjalani perawatan dikarenakan penyakit kanker otak. Tidak kami duga akan secepat ini, harapan kami saat dperbilehkan menjalani perawatan di rumah akan memperoleh peningkatan dalam kesembuhan. Akan tetapi, takhdir menetapkan lain.



Sedikit membantu meringankan beban kami, program perlindungan yang kami beli dari ibu Iis dan bapak I wayan Djodi ternyata sangat tepat dan teramat membantu, uang pertanggungan yang kami terima menjadi solusi biaya perawatan selama berada di RS yang tidak sedikit, dan kemudian juga, sesuai adapt keagamaan di Bali, prosesi/ upacara Ngaben yang tentu saja memerlukan persiapan dan biaya yang tidak sedikit juga dapat tertangani.



Sebagai catatan istimewa kami, Sun Life melakukan koordinasi dan komunikasi saat proses klaim dengan sangat baik dan professional, dan januari 2009, kami telah menerima santunan uang pertanggungnan. Kehilangan tentu saja harus kami terima dengan iklas, akan tetapi, sebuah pengalaman beharga lain kami dapatkan. Asuransi menjadi sebuah kebutuhan penting lain dan tidak dapat ditunda, kami sekeluarga telah menikmati manfaat nyata dan sangat terbantu.



Terimakasih Sun Life Financial Indonesia, ibu Iis WM, dan Bpk I Wayan Djodi, yang telah memberikan solusi financial dan ketenangan untuk kami dalam menyelesaikan kewajiban-kewajiban materi. Hal positif ini akan kami bagi kepada keluarga, teman, dan seluruh karyawan saya. Memiliki polis Asuransi adalah sangat penting.



(sumber tulisan: wawancara dengan Dr. I Made Molin Yudiasa, di Penebel Tabanan, Bali dengan Ibu IIs Winarni Murthy – Hi Life)


Read more...

  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP