Penolong Saat Krisis

>> Sunday, December 21, 2008


Sejumlah penari payung memeriahkan pencanangan kampanye Mari Berasuransi dalam acara perayaan Insurance Day 2008 di Jakarta, Sabtu (18/10). Premi industri asuransi pada semester I/2008 meningkat sebesar 39,4 persen dibandingkan dengan perolehan pada periode yang sama tahun lalu. Asuransi jiwa tumbuh 45,8 persen, sementara asuransi umum menunjukkan pertumbuhan 26,3 persen. 

Industri pasar modal nasional turut dihantam krisis keuangan global yang ditandai longsornya indeks harga saham. Industri pembiayaan atau ”multifinance” juga menderita karena kenaikan suku bunga dan tingginya ”yield” obligasi yang membuat permintaan pinjaman menurun dan meningkatnya kredit bermasalah.

Industri perbankan pun bernasib sama. Ketatnya likuiditas saat ini membuat transaksi pinjaman uang antarbank seret sehingga penyaluran kredit mengalami kontraksi secara drastis. Pendek kata, industri keuangan tiarap gara-gara krisis yang berpusat di Amerika Serikat.

Bagaimana industri asuransi? Karena juga merupakan institusi keuangan yang berhubungan dengan pasar modal dan perbankan, juga problem likuiditas dan nilai tukar, industri asuransi pun sejatinya tak bisa mengelak. Tengok saja kasus perusahaan asuransi terbesar AS, AIG, yang kolaps dan kemudian disuntik dana oleh Pemerintah AS. Nilai investasi pada produk unit link (asuransi dikaitkan investasi) umumnya juga jatuh meskipun baru sekadar potensi mengingat horizonnya investasi yang berjangka panjang.

Berbeda dengan lembaga keuangan lain yang melulu hanya mendapat petaka jika terjadi krisis, industri asuransi justru bisa memperoleh ”berkah” dari krisis. Ini karena bisnis asuransi adalah bisnis risiko dan proteksi.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Evelina Pietruschka mengatakan, dalam situasi ketidakpastian seperti saat ini, kinerja industri asuransi justru semakin dinamis. Tak hanya kesadaran masyarakat terhadap asuransi meningkat, tetapi juga peran asuransi dalam menyelamatkan dan mendorong perekonomian juga menjadi dominan.

Kini banyak orang khawatir dengan ketidakpastian kondisi perekonomian pada tahun-tahun mendatang, salah satunya adalah kemungkinan melemahnya pertumbuhan ekonomi yang biasanya berujung pada pengurangan karyawan di banyak perusahaan. Bagi orang yang tidak pernah berasuransi untuk meng-cover biaya kesehatan dan pendidikan, tentu masa depan akan tak jelas. Jika yang bersangkutan kehilangan pekerjaan, tentu bakal kesulitan mendanai semua itu mengingat tak ada lagi pendapatan rutin. Namun, bagi yang telah berasuransi, bisa sedikit lebih tenang karena sudah ada perlindungan asuransi. Sekurang- kurangnya, yang bersangkutan bisa berpikir lebih tenang dalam mencari pekerjaan baru. Korporasi yang proyeknya terhenti akibat macetnya pembiayaan dari bank juga tak perlu khawatir jika telah menutup risiko tersebut dengan asuransi.

Belum lagi jika memperhitungkan dampak memburuknya kondisi perekonomian terhadap meningkatnya gejolak sosial seperti huru-hara yang bisa mengakibatkan rusaknya properti, seperti bangunan dan kendaraan bermotor. Di tengah kekhawatiran ini, orang akan mengandalkan asuransi untuk melindungi properti-properti mereka.

  • Tak signifikan

Terlepas dari situasi krisis atau tidak, yang pasti industri asuransi akan membuat hidup seseorang menjadi lebih tenang, stabil, dan sejahtera. Dengan berasuransi, berarti seseorang telah melakukan proteksi sekaligus perencanaan hidupnya jauh ke depan, bahkan hingga pensiun kelak. Dengan melakukan proteksi terhadap pendidikan anak, jiwa, kesehatan, dan lainnya, berarti seseorang setidaknya telah menyelesaikan kewajiban berpuluh-puluh tahun ke depan pada saat ini. Tidak perlu ada kekhawatiran dan ketakutan berlebihan akan masa depan.

Kata Evelina, krisis apa saja, mulai dari sosial, ekonomi, sampai perubahan iklim, selalu menjadi momentum industri asuransi untuk tumbuh dan berperan lebih besar dalam perekonomian dan kehidupan masyarakat.

Menurut Ketua Umum Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) Mira Sih’hati, kinerja keuangan asuransi domestik tak terlalu terganggu dengan adanya krisis keuangan global saat ini. Kerugian akibat penempatan investasi pada perusahaan keuangan global yang bangkrut tidak signifikan. Itu salah satunya karena investasi perusahaan asuransi di Indonesia sangat dibatasi—maksimum 20 persen penempatan di luar negeri.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia Kornelius Simanjuntak mengatakan, meskipun pembayaran klaim meningkat saat krisis mengingat asuransi harus menutup kerugian yang diderita korporasi, jika dilihat dalam cakrawala yang lebih luas, ada potensi keuntungan dibalik itu semua.

Selama asuransi dikelola secara baik, dalam arti analisis risiko dan kemampuan modal menjadi pertimbangan utama dalam menutup risiko, pembayaran klaim sebesar apa pun tidak akan mengguncang keuangan asuransi karena pada prinsipnya potensi klaim telah dicadangkan.

Di lain pihak, justru pembayaran klaim akan membuat masyarakat dan korporasi sadar pentingnya asuransi saat menghadapi kesusahan. Ini tentu akan meningkatkan secara luas kesadaran perusahaan untuk berasuransi sehingga pendapatan premi pun akan meningkat.

Selain itu, keberadaan krisis akan menegaskan peran penting asuransi dalam membangun perekonomian. Pembayaran klaim akan menolong perusahaan yang merugi dari kebangkrutan sehingga perusahaan tetap bisa beroperasi. Ujungnya, roda perekonomian tetap meningkat.

Jadi, situasi krisis akan membantu mengubah paradigma orang yang selama ini hanya melihat peran asuransi sebagai salah satu sumber pembiayaan jangka panjang. Yang lebih penting sebetulnya adalah peran asuransi dengan pembayaran klaimnya, yang secara riil melindungi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Bayangkan ada satu perusahaan yang terkena musibah karena pabriknya terbakar. Secara hitung-hitungan, perusahaan tersebut kemungkinan besar bangkrut. Jika bangkrut, otomatis karyawannya akan kehilangan pekerjaan, hidupnya bisa menderita. Akan banyak anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Pabrik yang terbakar akan dibangun kembali dengan pembayaran klaim sehingga tak ada karyawan berhenti bekerja. Semua itu tak akan terjadi jika ada asuransi.

Sebagai ilustrasi, selama tahun 2008, asuransi umum telah membayar klaim Rp 8,05 triliun. Jumlah ini tentu setara dengan pembangunan proyek-proyek infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan tol, dan pembangkit listrik.

  • Prioritas utama

Terkait pentingnya pembayaran klaim bagi perekonomian, sudah seharusnya perusahaan asuransi pun menempatkan hal ini sebagai yang paling penting, prioritas utama dalam bisnisnya. Problemnya saat ini, justru ketidakyakinan masyarakat terhadap kelancaran pembayaran klaim itulah yang menjadi salah satu faktor asuransi tak berkembang cepat di negeri ini. Proses pembayaran klaim asuransi di Indonesia sering kali masih lamban dan berbelit-belit. Nasabah menjadi kesal. Dampaknya, meskipun telah beroperasi bertahun-tahun, kontribusi industri asuransi tahun 2007 terhadap produk domestik bruto hanya 1,8 persen. Pembayaran klaim yang cepat dan tepat tentu akan kian meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi.

Kembali ke persoalan krisis, peran asuransi yang tak kalah besar ialah dalam penyediaan lapangan kerja. Karyawan yang kehilangan pekerjaan akibat krisis bisa mengandalkan asuransi dengan menjadi agen. Dalam lima tahun ke depan, industri asuransi bertekad merekrut 500.000 agen asuransi. Ini akan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia yang kini mencapai 9,43 juta orang dari total tenaga kerja produktif sebesar 111 juta jiwa.

  • Komitmen

Untuk mengoptimalkan peran dan manfaat asuransi dalam situasi krisis saat ini dan ke depan, semua pihak terkait, dari regulator, perusahaan asuransi dan turunannya, hingga masyarakat, tentu harus komitmen bersama mengembangkan industri ini.

Menurut Mira Sih’hati, sedikitnya ada tiga hal yang bisa mendorong tumbuhnya industri asuransi.

Pertama, political will pemerintah dengan menciptakan iklim yang kondusif dan menggairahkan bagi masyarakat untuk mau menempatkan dananya melalui premi asuransi dalam berbagai program asuransi.

Kedua, partisipasi masyarakat, terutama masyarakat akademis. Selama ini kesadaran asuransi masyarakat sangat rendah. Hal ini karena ketidaktahuan mengingat industri asuransi tidak diperkenalkan di bangku sekolah. Karena itu, pelaku industri asuransi sangat berharap asuransi bisa menjadi bagian dari kurikulum pendidikan. ”Jalur sekolah formal adalah edukasi paling ampuh,” kata Mira.

Ketiga, inovasi dan profesionalisme para pelaku industri asuransi sendiri. ”Bagaimana mereka membenahi industri ke dalam. Ya layanannya, ya produk, ya SDM, dan seterusnya,” ujarnya.

Kesimpulannya, industri asuransi harus menunjukkan dirinya benar-benar bisa menjadi ”dewa penolong” dari setiap krisis yang terjadi dengan pembayaran klaim yang lancar dan memuaskan tertanggung. Jika asuransi sudah bisa diandalkan, prospek cerah dan pertumbuhan premi yang tinggi otomatis ikut.

M Fajar Marta dari kompas.com

0 comments:

  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP